Wow, Wanita Ini Miliki 10 Kepribadian, Beberapa di Antaranya Buta

Discussion in 'Berita, Info dan Bacaan' started by AyoChat.Bots, Nov 27, 2015.

ShortURL:
  1. AyoChat.Bots

    AyoChat.Bots Team Ayochat Staff Member

    [​IMG]Kemampuan mata untuk melihat sepenuhnya ditentukan oleh otak. Tapi sebuah kasus langka membuktikan meskipun otak & sistem penglihatan seseorang dinyatakan sehat, yg bersangkutan ternyata masih bisa buta.

    Bagaimana ceritanya? Baru-baru ini tim peneliti dari Ludwig Maximilian University, Munich melaporkan sebuah kasus unik yg mereka temukan dari seorang pasien wanita.

    Awalnya pasien yg hanya diketahui berinisial BT ini didiagnosis dengan ‘cortical blindness’. Namun karena tidak ditemukan kerusakan fisik pada kedua matanya, maka dokter berkesimpulan gangguan penglihatannya kemungkinan dipicu oleh kerusakan otak.

    Kebetulan saat BT berumur 20 tahun, ia pernah terlibat kecelakaan. 13 Tahun kemudian, BT dirujuk ke seorang psikoterapis, & di situ ditemukan fakta bahwa ia memiliki kepribadian ganda / dalam istilah medis disebut sebagai ‘dissociative identity disorder’ (DID). Dari catatan sang psikoterapis, BT mempunyai 10 kepribadian yg saling berebut menguasai dirinya.

    Hanya saja saat itu belum ditemukan adanya keterkaitan antara kedua kondisi tersebut. Hingga akhirnya di tahun keempat pengobatan, BT mengaku bisa melihat kata di sebuah sampul majalah. Saat itu BT sedang dikuasai oleh ‘kepribadian’ seorang remaja laki-laki.

    Bahkan, seperti yg dikutip dari detik.com, dalam jurnal disebutkan, penglihatan wanita ini ‘timbul tenggelam’ dalam hitungan detik, tergantung pada kepribadian mana yg sedang menguasai dirinya. Untungnya, setelah terapi berlangsung beberapa lama, 8 dari 10 kepribadian yg dimiliki wanita berumur 37 tahun ini tak lagi mengalami kebutaan.

    Dari situ peneliti yg juga psikolog, Hans Strasburger & Bruno Waldvogel meyakini jika kebutaan yg dialami BT bukan diakibatkan kerusakan otak, melainkan gangguan psikis. Utamanya sebagai respons emosional terhadap kecelakaan yg dialaminya semasa muda.

    Mereka juga memastikannya dengan menggunakan electroencephalogram (EEG) untuk mengukur respons otak BT terhadap rangsangan visual. Ternyata meskipun pasien mengalami kebutaan, otaknya tidak dapat merespons rangsangan tersebut. Akan tetapi ketika penglihatannya sedang kembali, respons otaknya tampak normal-normal saja.

    “Dalam situasi-situasi yg sangat memicu emosi intens, pasien terkadang berharap menjadi buta / tidak butuh melihat, sehingga penglihatannya seperti hilang begitu saja,” terang Strasburger kepada Braindecoder

    Konten ini didapat dari internet. Tidak diketahui kebenarannyan 100%. Silahkan lakukan research lanjutan tentang bacaan ini.

    Enjoy!
ShortURL: